MY SPIRIT

Saya dan Anda hanya satu kita sama-sama Manusia kita sema-sama butuh iLMu dan BerBagi Setiap waKtu kita pasti dapat Ilmu walaupun ILmu tak di cari . . .

Iklan Serba-Serbi

Translator :

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Is My

Tuesday, September 7, 2010

WedaNg Alang-Alang Kudus

 wEDANG aLANG-aLANG kUDUS


Hampir semua orang tahu alang-alang. Alang-alang atau ilalang  (Imperata cylindrica) adalah sejenis rumput berdaun tajam yang merupakan gulma (tumbuhan pengganggu) para petani ternyata mempunyai manfaat di bidang kesehatan. Diantaranya yaitu sebagai pelembut kulit; peluruh air seni, pembersih darah, penambah nafsu makan, penghenti perdarahan dan lain-lainnya.
Di kudus rumput ini juga dijadikan bahan sebuah minuman, wedang alang-alang namanya. Salah satu warung yang menjual wedang alan-alang di kudus yaitu terletak Jalan MH Basuno no 18a yang dimiliki pak herman selalu ramai di kunjungi pengunjung. Warung wedang alang-alang milik pak herman ini ternyata sudah mulai berjualan dari tahun 1995. Resep yang merupakan warisan peninggalan kakeknya ini kini di teruskankan olehnya. 
Menurut pak herman, warung ini tidak pernah sepi pembeli. Penggemarnya juga terdiri dari semua golongan masyarakat.  
Warung wedag alang-alang ini dibuka mulai pukul 06:00 sore sampe pukul 24:00 malam. Harga satu gelas wedang alang-alang hanya 2 ribu rupiah. Rata rata pembeli wedang ini juga sudah mengetahui tentang khasiat dari alang-alang.   
Menurutnya pembuatan wedang alang-alang juga tidak sulit. Bahan utama dari wedang alang-alang yang di sajikan di warung milik pak herman ini yaitu terdiri dari akar alang alang, akar jambe, gula batu, daun sere dan daun pandan. 
Menikmati wedang alang-alang di warung pinggir jalan milik pak herman sambil melahap aneka gorengan dan juga nasi bungkus di malam hari terasa hangat dan nikmat. 
Bagi kalian masyarakat kudus dan sekitarnya yang belum merasakan nikmatnya wedang alang-alang di kudus, tidak ada salahnya untuk mecoba minum di warung ini. Dan kalian akan mendapat banyak manfaat dari akar alang-alang. Source : Kudusterkini.com

KOTA JEPARA

KOTA JEPARA
Benteng VOC, benteng ini terletak 200 meter sebelah utara alun-allun Jepara, diatas perbukitan. Benteng ini dibangun pada th 1678 dan digunakan untuk melindungi kepentingan perdagangan pada waktu itu. Konon Kapten Tack, seorang perwira Belanda yang tewas melawan pasukan Untung Suropati di Kartosuro, dimakamkan di sini. Dari tempat ini dapat disaksikan Kota Jepara, panorama pantai dan pulau Panjang.

MUSEUM KARTINI
 
Museum ini berada dialun-alun kota Jepara. Musium ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan RA.Kartini yang kita kenal selama ini sebagai pahlawan nasional karena dia merupakan tokoh emansipasi Indonesia yang berjuang mengangkat harkat dan martabat kaum wanita. Benda-benda peninggalan RA.Kartini yang ada dimusium ini adalah foto-foto RA.Kartini dan keluarganya, surat-surat, perabotan rumahtangga, peralatan dapur,dll. Musium ini merupakan wisata sejarah yang sangat cocok untuk dikunjungi para pelajar dan mahasiswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya agar mereka lebih mengetahui dan mengenal RA.Kartini.

Disamping itu terdapat pula barang-barang penemuan pada masa kerajaan Hindu dan Islam yang tertata rapi dalam ruang Jepara Kuno.


PENDOPO
 
Di tempat inilah RA Kartini mendapatkan ide guna memajukan wanita pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Di sanalah satu kamar gedung ini Kartini pernah dipingit sebelum menikah dengan Bupati Rembang. Ditempat ini Kartini juga mendidik pada murid dan pengrajin Jepara agar dapat meningkatkan penghasilannya dari ketrampilan dalam bidang ukir kayu. Salah satu peninggalan RA Kartini yang masih ada adalah Bunga Kantil, tempat dimana ia seing mempergumulkan ide-idenya.

MONUMEN ARI-ARI
 
Monumen ari-ari RA Kartin terletak di mayong, 25 km arah selatan Jepara menuju Kudus. Ditempat ini RA Kartini dilahirkan pada saat ayahnya menjabat sebagai Wedana di Mayong.

BENTENG PORTUGIS
 
Benteng yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Agung sekitar abad XVII ini terletak di desa Banyumanis, kecamatan Keling kurang lebih 45 km sebelah utara Kota Jepara.

Lokasinya berada di atas bukit batu ditepi laut dan berhadapan langsung dengan Pulau Mandalika memberikan nilai lebih karena pengunjung tidak hanya sekedar melihat benteng tetapi pengunjung juga dapat melihat dan menikmati keindahan laut dan pulau Mandalika. Di samping itu di sekitar benteng banyak ditumbuhi pohon-pohon yang rindang yang sudah berusia ratusan tahun sehingga menambah kesejukan alamnya.

Untuk menuju benteng ini telah di bangun jalan menuju puncak bukit, dengan penataan yang baik dan dilengkapi dengan gardu pandang dan jalan lingkar sehingga para wisatawan dapat menikmati keelokan dan keindahan alamnya selama perjalanan menuju benteng. Wisata ini mempunyai potensi dan peluang untuk dikembangkan menjadi wisata sejarah sekaligus wisata alam sehingga kesempatan untuk berinvestasi terbuka lebar dalam bidang transportasi laut sebagai penghubung lokasi benteng dengan pulau Mandalika, restaurant , resort dll.

MAKAM & MASJID MANTINGAN
 
Terletak di desa Mantingan dan kurang lebih 6 km arah selatan kota Jepara. Di Desa Mantingan ini merupakan tempat di semayamkannya Sunan Mantingan atau yang dikenal dengan Sunan Hadlirin beserta istrinya yaitu Ratu Kalinyamat yang merupakan tokoh legendaries Jepara.

Di desa ini juga terdapat masjid Mantingan yang letaknya bersebelahan dengan Makam Ratu Kalinyamat. Masjid ini merupakan masjid tertua yang kedua yang ada di Pulau Jawa setelah Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1559 M. Masjid ini selain sebagai tempat beribadah juga memiliki keindahan arsitekturnya karena di dalam masjid ini terdapat ornamen-ornamen ukiran jepara kuno dengan motif bunga, tumbuh-tumbuhan dan pintu gerbangnya berbentuk candi bentar yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan ukir Jepara.

Obyek wisata ini mengandung nilai sejarah karena kedua tokoh yaitu Sunan Mantingan dan Ratu Kalinyamat tersebut berkaitan erat dengan awal mula berdirinya kota Jepara. Disini pengunjung selain dapat berziarah juga sekaligus dapat berwisata untuk menikmati keindahan arsitekturnya dan alam sekitarnya.


Wisata Alam

SRENI INDAH
, terletak di lereng Gunung Muria di wilayah Kecamatan Nalumsari, 35 Km dari Jepara. kawasan seluas 110 Ha yang dikelola Perhutani dan Jepara. ini dipenuhi dengan tanaman pinus sehingga sangat nyaman karena berhawa sejuk.

PANTAI KARTINI
 
Pantai Kartini terletak di sebelah barat Jepara yang merupakan tempat rekreasi yang telah begitu dikenal oleh wisatawan dengan nama Taman Rekreasi Pantai Kartini. Penataan kawasan in terus dilakukan dengan pembuatan gardu-gardu pandang dan tempat parkir yang cukup luas. Disamping itu telah dilengkapi pula dengan kios-kios souvenir dan perahu-perahu pesiar. Para pengunjung juga dapat mengunjungi pulau Panjang dan bercengkerama di pantai yang berpasir putih ini.

TIRTO SAMUDRO
 
Masih juga merupakan wisata pantai jepara yang menawarkan keindahan hamparan pasir putihnya. pantai ini terletak di Desa bandengan, 8 km sebelah utara kota Jepara. Pantai ini pada zaman RA Kartini dijadikan tempat bercengkrama, dan karena keindahannya dinamakan kartini "Klein Scheveningen". Kondisi alam, pasir putih dan air laut yang jernih sangat cocok untuk menyenangi olah raga diving.

Alunan ombaknya yang pelan yang menghantam tepian pantai serta pasirnya yang berwarna putih dengan kondisi air lautnya yang masih jernih sangat cocok untuk berjemur dan berenang. Kawasan yang masih alami dan cukup luas ini dan kawasan ini sebagian besar ditumbuhi rerimbunan pohon-pohon yang rindang dan pohon pandan sehingga tempat ini cocok untuk kegiatan remaja seperti kamping, volley pantai, sepeda santai dan kegiatan serupa lainnya.

Tempat ini mudah dijangkau dengan mengggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dan kondisi jalan yang sudah beraspal. Peluang investasi yang menjanjikan bagi investor adalah dalam bidang perhotelan, pengembangan obyek wisata dengan penyediaan fasilitas yang mendukung, dll.

TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN KARIMUNJAWA
 
Kawasan ini terletak di laut Jawa +/- 83 km dari Kota Jepara menuju arah utara. Obyek ini merupakan kepulauan yang ditetapkan sebagai Taman Nasional laut Karimunjawa. luas daratan 7.120 Ha dengan pulau berjumlah 27 buah, namun yang berpenghuni hanya 5 buah. yaitu Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk dan Genting. dengan hamparan pemandangan di sela-sela pulau, pasir putih yang membentang di sepanjang pantai dengan pohon kelapa. Terdapat 242 jenis ikan hias, serta 133 genera fauna akuatik. Dengan kapal motor, karimun jawa dapat ditempuh dalam waktu sekitar 5 jam dari dermaga Jepara. Di kawasan Taman Nasional laut ini juga telah dibangun "Kura-Kura Resort" yang merupakan kawasan peristirahatan dengan fasilitas lux, yang merupakan milik investor asing.

Secara garis besar fauna yang ada di Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 2 (dua ) kelompok, yaitu :

  1. Daratan : Rusa, Trenggiling, Landak, Ular, Bangau Tong tong, Bangau Abu-abu, Elang laut dan Wedi-wedi. Burung elang laut merupakan satwa langka yang dapat dijumpai di kepulauan ini.
  2. Perairan : Terumbu karang, spons, karang lunak, akar bahar, kerang merah, penyu dan ikan hias.
Pantai-pantai di Karimunjawa sebagian besar berpasir putih, oleh karena itu cocok untuk kegiatan berjemur, menyelam dan memancing.

Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di Karimunjawa :

  1. Olah raga selam : di Tanjung Gelam ( di Karimunjawa ), Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Cemara Kecil.
  2. Mandi di Pantai dan Berjemur, cocok dilakukan di Pulau Menjangan Besar yang berpasir putih dan Pulau Cemara Kecil.
Wisata Budaya

PESTA LOMBAN
 
Pesta ini merupakan acara sesajian ritual yang dilakukan oleh para nelayan Jepara. Pesta lomban dimulai dengan upacara persiapan di pinggir pantai dan kemudian sesaji yang berupa kepala kerbau di lepas di tengah laut. Setelah sesaji dilepas, beberapa perahu nelayan berebut mendapatkan air dari sesaji itu yang kemudian disiramkan ke kapal mereka dengan keyakinan kapal tersebut akan mendapatkan banyak berkah dalam mencari ikan. Ketika berebut sesaji ini juga dimeriahkan dengan tradisi perang ketupat dimana antar perahu yang berebut saling melempar dengan menggunakan ketupat. malam hari sebelum acara ini berlangsung, biasanya diadakan pegelaran wayang kulit semalam suntuk.

OBOR-OBORAN
 
Perang obor merupakan tradisi yang dilakukan pada puncak panen di desa Tegal Sambi Kecamatan Tahunan yang letaknya + 3 km arah selatan kota Jepara. Perang obor ini merupakan atraksi perang menggunakan pelepah daun kelapa yang dibakar dan dihantamkan kepada peserta lainnya. Perang obor ini merupakan atraksi budaya yang sudah yang sudah turun temurun yang harus dilestarkan karena selain merupakan tradisi budaya daerah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha esa atas limpahan anugrah panen kepada masyarakat setempat juga sangat menarik untuk dinikmati oleh wisatawan, sehingga hal ini berpotensi untuk dikembangkan dan dikemas menjadi wisata budaya yang sangat menarik.

Merupakan upacara selamatan yang dilakukan oleh warga Desa Tegalsambi. Upacara selamatan atas keberhasilan panen dari warga desa ini sangat berbeda dengan daerah lain. upacara dilakukan pada malam hari dengan acara puncak 'Perang Obor'. Para peserta perang obor dengan menggunakan obor masing-masing, saling menyerang peserta yang lain. Dengan dibekali kepercayaan dari sesepuh desa maka seluruh peserta dapat menyelesaikan perang obor tersebut dengan selamat, tanpa menderita luka bakar sedikitpun.

JEMBUL TULAKAN
 
Suatu kegiatan sedekah bumi dari Desa Tulakan yang menampilkan sesajian yang berbentuk gunungan sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rejeki dari Tuhan Yang Maha Esa, sehingga mereka berhasil mendapatkan panen pertanian dengan cukup melimpah. dengan sajian tersebut juga diharapkan pada masa mendatang dapat berhasil mendapatkan panen yang bagus. Kegiatan ini begitu ramai sehingga tidak saja diikuti oleh warga Desa setempat, namun juga dari berbagai warga Desa lain.

Sejarah Ratu Kalinyamat (Jepara)

 Sejarah Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat adalah putri Sultan Trenggono cucu dari Raden Patah yaitu Sultan Demak yang pertama. Nama aslinya masih menjadi perdebatan bahkan sampai sekarang belum terbukti kebenarannya, ada yang menyebutnya Ratu Arya Jepara, Ratu Kencana dan Raden Ayu Wuryani. Nama-nama tersebut di dasarkan pada penarikan nama dari silsilah da Raden Patah. Salah satu perkawinan Raden Patah yaitu dengan Puteri Cina, di anugerahi enam putra antara lain: 

1.         Ratu Mas,
2.         Pangeran Sabrang Lor,
3.         Pangeran Sedo Ing Lepen (Pangeran Sekar),
4.         Pangeran Trenggono,
5.         Raden Kaduruwan, dan
6.         RadenPamekas

Setelah Raden Patah meninggal, Sultan Demak yang pertama digantikan oleh putranya yaitu Pangeran Sabrang Lor tetapi selang beberapa tahun Pangeran Sabrang Lor wafat. Sehingga tahta kerajaan yang seharusnya diserahkan kepada Pangeran Sedo Ing Lepen tetapi tahta kerajaan kemudian diserahkan kepada Sultan Trenggono. Hal ini di karenakan Pangeran Sedo Ing Lepen
dibunuh oleh Sunan Prawoto.
Setelah penobatan Raden Thoyib bergelar Sultan Hadlirin menjadi Adipati Jepara, yang sekaligus merupakan pengampu dari putra mahkota Arya Panggiri, di karenakan putra mahkota  belum dewasa. Penobatan Raden Thoyib tersebut kira-kira terjadi pada tahun 1536, dan tetap menjadikan Kalinyamat sebagai pusat pemerintahan di Kadipaten Jepara. Kekuasaan meliputi negeri Jepara, Pati, Rembang dan Juwana.
Sementara itu Ratu Kalinyamat yang merupkan istri dari Raden Thoyib, setelah penobatan suaminyatersebut Ratu kalinyamat dalam bernegaraan lebih bersifat pendamping saja. Hampir semua urusan yang menyangkut pemerintahan diserahkan sepenuhnya kepada suaminya. Bahkan Patih Cie Wie Gwan, bekas ayah angkatnya di Tiongkok di undang dari tiongkok dan kemudian diangkat menjadi patih kerajaan, guna membantu pemerintahan Sultan Hadlirin.
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin pembangunan kerajaan mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang antara lain agama Islam, ekonomi perdagangan, sosial dan kebudayaan terutama seni ukir, pertahanan dan keamanan. Dalam menjalankan pemerintahannya di pusatkan di Kalinyamat sedangkan untuk tempat pesanggrahan atau peristirahatan dan pertapaan berada di desa Mantingan yang sekarang menjadi makam Ratu Kalinyamat dan keluarganya.
Pesanggrahan di Desa Mantingan selalu dikunjungi oleh Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat apabila terdapat suatu masalah atau kepentingan. Desa Mantingan berasal dari kata pemantingan atau pementing yang artinya tempat yang sangat penting. Namun dari beberapa sumber dijelaskan Mantingan berasal dari kata Manting yang artinya pohon “Manting” atau “Salam”, tempat ini selalu dikunjungi oleh Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin serta Sunan Kalijaga.
Agar pesanggrahan ini dapat dijadikan sebagai tempat peristirahatan maka dilengkapi dengan bangunan masjid. Dalam pembangunan masjid berbagai ornament dipercayakan kepada ayah angkatnya yang bernama Patih Cie Wie Gwan, yang memang memiliki keahlihan mengukir batu. Patih Cie Wie Gwan disuruh oleh Sultan Hadlirin untuk mencari ornament ukir-ukiran dari Tiongkok tetapi yang dibawa bukan ukir-ukiran melainkan hanya batu-batu putih. Batu-batu putih tersebut akhirnya diukir oleh masyarakat Desa Mantingan atas perintah dan bimbingan dari Patih Cie Wie Gwan. Dari keahlian sang Patih inilah maka diberi gelar “patih Sungging Badar Duwung” apabila diartikan sungging berarti ‘memahat” Badar berarti “batu’ ata “akik” sedangkan Duwung berarti “Tajam’ atau dalam bahasa Jawa berarti “Keris”. Sehingga keahlian mengukir ini sampai sekarang dijadikan sebagai mata pencaharian masyarakat desa Mantingan dan Industri mebel.
Pembangunan masjid Mantingan ini ditandai dengan Cadrasengkala yang berbunyi “Rupa Brahmana Warna Sari” yang nilainya : “Rupa = 8, Brahmana = 4, Warna = 7 dan Sari = 1” jadi apabila dibalik menjadi 1748. Waktu ini menunjukkan masa pemerintahan Ratu Kalinyamat.
Setelah lama menikah Sultan Hadlirin dengan Ratu Kalinyamat belum dikaruniai putra sehingga menimbulkan kegelisahan. Usaha yang dilakukan yaitu mengambil putra angkat dari Sultan Hasanuddin Banten bernama Dewi Wuryan Retnowati, tetapi tidak lama kemudian meninggal dunia. Usaha Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadliri untuk tetap berkeinginan memiliki putra terus dilaksanakan demi kelangsungan keturunannya sehingga sang Ratu Kalinyamat menyuruh Sultan Hadliri menikah lagi. Ratu Kalinyamat rela dimadu dan demi untuk mendapatkan penerus kerajaan. Konon untuk mengurus perkawinan ini dilakukan oleh Ratu Kalinyamat sendiri dengan menjodohkannya pada Raden Ayu Probodinabar putri dari Kanjeng Sunan Kudus.
Ini berarti selain perkawinan yang didasari oleh keinginan mendapatkan keturunan juga didasari perkawinan politik yaitu menguatkan kedudukan Sultan Hadlirin yang merupakan perpaduan dari dua kekuasaan besar. Ketika di Demak terjadi krisis perebutan kekuasaan terjadilah serangkaian pembunuhan yang dilakukan oleh Sunan Prawoto, putra dari Sultan Trenggono terhadap “Pangeran Sekar” (Pangeran Sedo Ing Lepen) kakak kandung dari Sultan Trenggono. Oleh karena itu, yang diangkat sebagai sultan adalah Sultan Trenggono.
Setelah Sultan Trenggono wafat kemudian Sunan Prawoto naik tahta menggantikan ayahandanya tetapi dalam waktu yang tidak lama kemudian Sultan Prawoto dibunuh oleh Arya Penangsang melalui tangan abdinya yang bernama Rungkut.
Setelah Sunan Prawoto wafat, atas prakarsa mayoritas wali Sembilan diserahkan kepada menantu sultan Trenggono yang bernama Maskarebet atau Joko Tingkir. Setelah dinobatkan menjadi raja Demak Bintoro ia bergelar Sultan Hadiwijaya. Sultan Hadiwijaya kemudian memindahkan pusat kerajaanya dari Demak Bintoro ke Pajang pada tahun 1568 M yaitu daerah Tingkir tempat kelahirannya (di dekat Boyolali).
Tujuan memindahkan pusat kerajaan dari Demak Bintoro ke Pajang yaitu mendekati para pendukungnya di Tingkir serta menjauhi lawan-lawan politiknya. Joko Tingkir menjadi raja pertama dari kerajaan Pajang ini. Kedudukannya disahkan oleh Sunan Giri (seorang dari wali 9), dan segera mendapat pengakuan dari adipati-adipati di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk menghindari munculnya gejolak pasca penobatan Joko Tingkir sebagai sultan, di Demak Bintoro maka diangkatlah Arya Panggiri menjadi Adipati di Demak Bintoro / raja kecil namun umurnya masih terlalu muda sehingga dia menjadi “ Yuda Raja” / raja muda dan sebagai wali rajanya adalah Sultan Hadlirin yang berkedudukan di Jepara. Sultan Hadlirin kemudian memboyong kedua adiknya yaitu Rr. Ayu Semangkin dan Rr. Ayu Prihatin beserta harta kekayaan Kerajaan Demak.
Setelah tuntutan pengadilan atas terbunuhnya Sunan Prawoto tidak dikabulkan bahkan mendapatkan jawaban yang mengecewakan maka Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat segera undur diri bahkan tidak berpamitan dengan membawa perasaan kecewa. Sepulang dari pendopo “ndalem Sunan Kudus” Pangeran Hadlirin dan Ratu Kalinyamat dihadang oleh para Sorengpati-Sorengpati (Brutus / pembunuh bayaran) dan akhirnya Sultan Hadlirin di keroyok hingga terluka parah dan jiwanya tidak tertolong. Setelah terluka parah para ”abdi dalem” menyelamatkan jiwa Sultan Hadlirin dengan memapah/menandu untuk dibawa pulang ke kerajaan Kalinyamatan. Peristiwa itu berlangsung pada senja hari menjelang matahari terbenam (Jawa: ‘surup”).
Peristiwa ini dijadikan sebagai momentum pemberian nama-nama desa yang dilalui oleh Sultan Hadlirin berdasarkan keadaan jasatnya seperti:
Desa Damara yang berasal dari kata dammar “thing, uplik” / lampu teplok. Pada waktu itu telah banyak orang yang menghidupkan ‘damar”, sehingga disabda besok rejaning jaman desa ini akan diberi nama desa Damaran. Perjalanan dilakukan ke arah barat. Keadaan Sultan Hadlirin lukanya menganga dan mengeluarkan darah segar sehingga becek / “jember” sehingga disabda kelak akan menjadi desa Jember.
Sultan Hadlirin dibawa atau ditandu ke arah barat keadaan lukanya semakinj parah berjalannya ‘merambat-rambat” sehingga diberi nama desa Perambatan. Dari kata “merambat”. Perjalanan terus dilanjutkan kea rah barat, kondisi fisik Sultan Hadlirin semakin kritis darah mengalir kesekujur tubuh. Para abdi dalem berusaha untuk membersihkan darah yang membasah disekujur tubuhnya agar bersih maka sesampainya di sebuah sungai berhenti sejenak untuk membasuh luka dan darah tersebut. Para abdi dalem merasa terpana setelah darah dan luka-lukanya dibersihkan karena air sungai berubah menjadi “wungu” sehingga disabda kelak menjadi desa Kaliwungu.
Para abdi dalem yang memapah / menandu telah kepayahan sehingga sempoyongan maka di sabdanya kelak nanti “rejane jaman” menjadi desa Mayong. Dari kata sempoyongan sehingga menjadi Mayong. Perjalanan terus dilanjutkan namun suasana cuaca yang tidak bersahabat hujan dan angin turun lebat sehingga abdi dalem yang memapah / menandu terjatuh dan jasad Sultan Hadlirin jatuh di sungai dan hanyut menyangkut dikaki sebuah jembatan sehingga disabda kelak pada saat ramainya jaman akan menjadi Desa Karasak. Karasak berasal dari kata krasak-krasak jasad Sultan Hadlirin yang tersangkut di kaki jembatan airnya berbunyi krasak-krasak.
Perjalanan terus dilanjutkan hingga sampai di istana Kalinyamatan dan jasad Sultan Hadlirin dikebumikan di Desa Mantingan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara.
Atas dasar peristiwa tersebut maka masyarakat desa yang berada disepanjang jalan Jepara mulai dari desa Damaran yang dilalui pertama kali oleh Sultan Hadlirin hingga desa Krasak masyarakatnya setiap tanggal 15 Ruah mengadakan tradisi Baro’atan yang maksud dan tujuannya adalah untuk mengenang, menghormati wafatnya Sultan Hadlirin dan memperingati hari jadi dari masing-masing desa tersebut dengan mengadakan selamatan / kenduri bersama dengan hidangannya yaitu nasi ambengan dan dilengkapi dengan juwadah puli yang ditaburu parutan kelapa serta apem di musolla-musolla, masji-masjid dan di balai desa-balai desa derta pemanjaran uplik di depan rumah-rumah penduduk. Selain itu juga untuk memeriahkan suasana diadakan pawai obor/oncor yang dilanjutkan tirakatan. Untuk memeriahkan suasana itu di Pasar Mayong diadakan pameran mobil-mobilan dari kertas dengan berbagai bentuk selama satu minggu.
Meninggalnya Sultan Hadlirin dan Sultan Prawoto membuat kepedihan yang mendalam dan kekalutan luar biasa dari Ratu Kalinyamat sehingga dia bersumpah akan mengadakan “Tapa Ngrawe” di Gunung Donoroso. Tapa Ngrawe artinya bertapa tanpa sehelai / selembar kainpun atau bertapa dengan tanpa memakai panji-panji / simbul kerajaan (meninggalkan segala bentuk kemewahan duniawi). Sumpah ini dilakukan sebagai bentuk protes dan meminta pengadilan dari Tuhan atas meninggalnya kedua orang yang sangat dicintainya. Pertapaannya ini tidak dapat diakhiri sebelum keramas darah, dan membersihkan / mengkesetkan telapak kakinya “dijambul” / rambut kepala Arya Penangsang sebagai balas dendam atas kematian Sultan Hadlirin dan Sultan Prawoto. Selain itu Ratu Kalinyamat juga bersayembara barang siapa yang dapat mengalahkan Arya Penangsang kalau perempuan akan diakui sebagai saudara “sinoro wedi” bila laki-laki akan diberikan kedua putera angkatnya yang bernama Rr. Ayu Semangkin dan Rr. Ayu Prihatin.
Tindakan ini membingungkan Sultan Hadiwijaya yaitu kakak ipar dari Ratu Kalinyamat karena meninggalkan keraton sehingga Sultan Hadiwijaya berusaha untuk menemukan Sang Ratu. Akhirnya Sultan Hadiwijaya menemukan tempat pertapaannya dan meminta Ratu Kalinyamat pulang ke keraton tetapi menolak dan bersumpah sebelum berhasil membalaskan kematian dari kakak dan suaminya belum mau meninggalkan tempat pertapaannya. Dari perkataan tersebut Sultan Hadiwijaya berjanji akan berusaha untuk mewujudkan keinginan sang Ratu.
Kemudian Sultan Hadiwijaya mengadakan pertemuan yang diikuti oleh Ki Panjiwa, Ki Pamanahan dan Ki Juru Mertani (Murid Sunan Kalijaga) dari pertemuan ini menghasilkan suatu kesepakatan serta mengatur strategi untuk menghadapi Arya Penangsang. Sultan Hadiwijaya mengadakan pengumuman yang isinya barang siapa yang dapat mengalahkan Arya Penangsang maka akan diberi hadiah bumi Pati dan Alas Mentaok (Mataram). Akhirnya sang putra angkat bernama “Sutawijaya” menyanggupi dan menjadi senapati perang ketika baru berumur 16 tahun.
Untuk menghadapi Arya Penangsang maka diatur strategi yaitu dengan menantang Arya Penangsang melalui sepucuk surat yang diberikan oleh pekatik / juru pencari rumput dengan memotong telinganya. Telinga tersebut kemudian digantili dengan surat tantangan.
Tukang pekatik Arya Penangsang dengan mengerang-ngerang kesakitan dan akhirnya mengadukan perihal surat tantangan ini bersama Patih Mataun. Dalam surat tantangan itu berbunyi “Hai apabila engkau seorang laki-laki sejati, ayo berperang-tanding. Jangan membawa wadya bala tentara, menyeberanglah di barat seberang sungai Bengawan Sore Caket, aku tunggu di situ”. Karena merasa mendapatkan tantangan maka Arya Penangsang mukanya merah padam meja didepannya ditendang hingga pecah berkeping-keping, sementara piring dan mangkok berhamburan kesana kemari, lalu berdiri dan menaiki kuda “Gagak Rimang” dengan membawa tombak “Dandang Mungsuh”.
Sedangkan Sutawijaya sudah menunggu diseberang Kali Bengawan Sore Caket beserta 200 prajurit. Karena Kuda Gagak Rimang kuda jantan maka Sutawijaya menaiki kuda betina dengan warna putih bersih yang akhirnya Kuda Gagak Rimang menjadi binal dan naik birahinya sehingga mengejar Kuda Sutawijaya. Arya Penangsang tidak begitu menanggapi tantangan Sutawijaya bahkan memaki-makinya, “Hai Sutowijoyo, engkau anak kecil bukan tandinganku !”. mana Hadiwijoyo…manaa… akan kupenggal kepalanya. Pada kesempatan inilah Sutawijaya menggunakan kelengahan Arya Penangsang dengan melepaskan tombak Kyai Pleret ke arah perutnya.
Arya Penangsang yang sakti mandraguna terluka, usunya terburai keluar kemudian mengalungkan usunya digagang kerisnya yang bernama “Brongot Setan Kober” sambil menantang “Hai Sutowijoyo engkau anak kecil bukan tandinganku, mana Hadiwijono…! Mana… Hadiwijoyo. Sutowijoyo mengetahui setelah Arya Penangsang terluka maka menjauhlah kudanya dan sambil meledek dan menantangnya, karena merasa diledek dan ditantang emosinya tidak terkontrol akhirnya Keris Brongot Setan Kober dihunus dari warangkanya dan mengenai ususnya sendiri hingga akhirnya Arya Penangsang Tewas. Kematian Arya Penangsang tewas disampaikan oleh Sultan Hadiwijaya kepada Ratu Kalinyamat. Sejak saat itu Ratu Kalinyamat mengakhiri masa pertapaannya dan berkemas kembali ke istana kerajaan.
Sejak sekembalinya Ratu Kalinyamat, Keraton Kalinyamatan kembali di urus oleh Sang ratu sampai akhir hayatnya. Dan disemayamkan di samping suaminya. Konon cerita mistim makam ratu kalinyamat sebagai makam mempercepat jododh.
Related Posts with Thumbnails